Ramadhan: Das sein VS das solen

Diposting oleh alaikbuletin on 06.31

Ramadhan: Das sein VS das solen
Oleh: Adfar mohseen

Siapapun orangnya sebagai seorang muslim pasti sangat mengharapkan segera datangnya bulan suci Ramadhan sengan berbagai motif. Hal ini bisa dimaklumi karena bulan ramadhan hanya datang sebulan satu kali dalam satu tahun. Maka semestinya setiap muslim menyambutnya dengan antusias dan menghidupkannya dengan berbagai amal yang baik.

Tentunya sebelum bulan ramadhan tiba haruslah mempersiapkan segala sesuatunya. Baik mental, spiritual fianansial dan material. Dengan demikian dalam menjalnkan ibadah ramadhan tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang mungkin dapat mengurangi kekhususan dalalm beribadah.

Pada awalnya bulan ramadhan adalan waktu untuk melakukan puasa dan amal ibadah lainnya. Namun seiringa berjalnnya waktu dan bersentuhan dengan pelbagai kultur kebudayaan maka dalam menyambut bulan ramadhan berbagai cara bias kita temukan. Mulai dari yang dianjurkan langsung oleh agama hingga yang bersifat budaya local. Seperti mengirim doa untuk nenk moyang, ada yang melakukan nyekar ada yang mengunjungi tempat rekreasi dan hiburan. Untuk melepas hari bebas makan memasuki hari tahan makan.

Dibulan ramadhan ini nabi menganjurkan untuk menghidupkannya dengan berbagai amal shaleh dan ad juga yang hanya meramaikannya. Menghidupkan dan meramaikan meknanya begitu jauh. Menghidupkan berarti pelakunya ikut terlibat total jiwa-raga dalam apa yang dihidupkannya. sedangkan meramaikan pelakunya cukup asal ikut (CUMI), tidak enak kalau tidak terlibat. Hal ini bias dilihat dari berbagai contoh seperti ada yang terawih ke satu mesjid karena disana ada snacknya, ada yang lempar-lempar petasan, ada yang buka bareng-bareng dan masih bayak lainnya.

Ada sebuah fenomena yang menarik dari bangsa Indonesia seperti laporan dua hasil penelitian mahasiswa UIN Jakarta tahun 2001 pertama, hasil penelitian menyebutkan secara keagamaan bangsa Indonesia semakin saleh. Indikasinya adalah semakin banyaknya pengajian-pengajian di kantor-kantor, banyaknya musholla-musholla. Jemaah hajinya terbesar didunia, pemakai jilbab terutama di bulan ramadhan terus betambah dan menmpati prime time dan mendapat rating tertinggi.

Namun hasil penelitian yang kedua, setelah melihat dan mencermati seratus Negara di dunia tahun 2001, ternyata Indonesia menempati the most violent natian in the world (bangsa yang paling tinggi tindakan kekarasan di dunia). Dan sebagai warga negaranya sendiri kita juga bias merasakannya. Setiap hari kita mendengar ada kasus pencurian yang dibakar rame-rame sampai meninggal.

Berbeda dengan rasulullah dan para sahabatnya, kehadiran mereka menjadi solidarity maker (perekat social) dan menjadi rahmatan lilaalamiin. Untuk itu supaya bisa memperlakukan bulan Ramadan sebagaimana nabi dan para sahabatnya maka persiapan mental, financial sebagaimana disebutkan diatas haruslah matang.

Masing-masing kita dapat melihat dan merasakan bahwa yang mendominasi bulan ramadhan kini bukan lagi modus menghidupkannya tapi modus meramaikannya. Sehingga yang kita saksikan sekarang banyaknya kegiatan-kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan ramadhan, bahkan bertentangan dengan diameternya.

Idealnya agama secara cultural harus sama dengan agama secara subtansial. Minimal kultur agama tidak kehilangan subtansinya. Karena subtansi agamalah yang harus dikedepankan pada saat terjadi interaksi dengan budaya sehingga menjadi kultur personal dan social. Karena bulan ramadhan tidak butuh diramaikan tapi butuh dhidupkan. Survey menunjukan perbedaan mental personal dan social antara sebelum dan sesudah ramadhan tidak ada perubahan. Karena memang das sein tidak selamanya das solen.red